Senin, 27 Januari 2014

Upik Abu dan seorang Pangeran?

Upik abu menyukai seorang Pangeran. Terdengar sangat konyol. Mungkin kalian berfikir itu hanya akan terjadi didunia dongeng. Tidak. Disinilah Upik Abu sebenarnya, aku. Aku hanya bisa berharap kisahku seberuntung kisah-kisah di negeri dongeng yang sering kita dengar ketika kita kecil. Dimana seorang Upik Abu menyukai seorang Pangeran, lalu seorang Ibu peri datang membantu dan merubah segalanya. Akankah Ibu peri datang mengunjungiku? Akankah Ibu peri membuatku menjadi seorang Puteri? Akankah Ibu peri membukakan matanya untuk sekedar melihatku? Aku hanya bisa berharap bahwa semua harapanku tak akan hanya menjadi sebuah harapan yang sia-sia
Aku memang bukanlah seorang Puteri yang pantas untuk berada disampingnya.Tetapi bukankah berharap itu gratis? selagi iya, kenapa tidak? Aku terus berharap sejauh aku mau, mengikuti alur fikiran yang tak jelas kemana tujuannya.Mungkin, harapan ini tumbuh layaknya bintang-bintang yang bersinar dilangit, terlihat mustahil jika kita mencarinya dikala siang, ada waktu lain yang tepat untuk sekedar melihatnya dengan jelas. Mungkin sekarang tidak, tetapi nanti? Aku tak tahu.

Hujan dan kenangan.

Hujan bukan hanyalah sekedar hujan, yap tak tahu apa yang membuatnya begitu istimewa, yang jelas aku sangat menyukainya, suara rintik air yang jatuh, aroma khas dan udara yang sejuk, entah apa hubungannya antara hujan dan kenangan, saat hujan saat itu pula potongan-potongan kejadian indah berlompatan, air mata yang jatuhpun tak akan terlihat keberadaannya.dan semua kenangan manis tentangnya seolah-olah berputar didepan mataku dengan sendirinya. senyumnya seolah-olah berputar dengan lambat dimemori otakku dan membuatku semakin sulit untuk membuang jauh-jauh perasaan ini, semakin sulit untuk berhenti menjadikannya suatu bagian berarti dihidupku.